Jumat, 31 Juli 2020

ANTISIPASI PROPAGANDA DAN DISINFORMASI KONFLIK PAPUA SEBAGAI UPAYA MENCEGAH DISINTEGRASI BANGSA

 

ANTISIPASI PROPAGANDA DAN DISINFORMASI KONFLIK PAPUA SEBAGAI UPAYA MENCEGAH DISINTEGRASI BANGSA

(Siswantoro)

___________

 

 Guru, Semua Terbaik Buatmu | Saung Pak Dhe Sam


I.        PENDAHULUAN.

 

1.         Antisipasi propaganda bernuansa radikalisme di Papua dan Papua Barat melalui dunia maya menjadi fokus aparat keamanan dengan meningkatkan patroli siber. Maraknya perkembangan teknologi pada masa kini menyuburkan radikalisme di masyarakat. Propaganda (cara untuk meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu) radikalisme dengan bantuan internet (sosial media dan media masa) terus terjadi secara masif, melebihi langkah-langkah yang dilakukan untuk mengutamakan prinsip damai dan toleran. Pencegahan dalam konteks mencegah agar tidak ada situs internet dengan konten radikalisme sulit dilakukan. Teknologi internet yang semakin mudah, dapat diakses dan dimanfaatkan dari mana saja akan menyulitkan pencegahan dan pembatasan konten yang dimuat.

 

2.         Pencegahan yang bisa dilakukan adalah membatasi dan menutup situs internet di Papua dan Papua Barat yang mengandung konten radikalisme agar tidak menyebar dan diakses lebih luas. Masyarakat harus cepat tanggap jika menemukan situs internet dengan konten radikaliseme. Langkah cepat tanggap tersebut dapat dilakukan misalnya dengan melaporkan ke Kementrian Kominfo. Lembaga-lembaga pemerintah lain seperti BIN, BNPT, Polri, Kementrian Agama dan lembaga lainnya sebaiknya diberi kewenangan untuk menentukan apakah sebuah situs dianggap layak untuk dapat diakses secara umum atau tidak. Propaganda radikalisme harus dilawan. Kekerasan dan pemaksaaan kehendak yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu, apalagi hingga menimbulkan ketakutan dan korban jiwa di masyarakat, adalah kejahatan luar biasa.

 

3.         Disinformasi yang terjadi pada akhir-akhir ini di wilayah Papua dan Papua Barat dimaksudkan untuk merusak sikap toleran dan cinta damai yang menjadi ciri Indonesia sebagai bangsa timur hendaknya menjadi salah satu ajaran utama bagi generasi muda. Dengan sikap toleran dan cinta damai yang kuat maka pengaruh-pengaruh yang ditularkan dan disebarkan oleh propaganda radikalisme dapat dibendung dan tidak dilirik oleh generasi muda. Hal ini perlu dilakukan terutama pada generasi muda mengingat sebagian besar pelaku aksi teror sebagai dampak sikap radikal adalah anak-anak muda. Melalui disinformasi diharapkan propaganda radikalisme di Papua dan Papua Barat yang dilakukan oleh kelompok radikal (Kelompok Separatis Bersenjata/KSB dan Kelompok Separatis Politik/KSP) sangat masif terjadi di Indonesia.

 

II.       FAKTA-FAKTA.

 

1.         Konflik di wilayah Papua, Indonesia diawali pada tahun 1961, dimana pada saat itu muncul keinginan Belanda untuk membentuk negara Papua Barat terlepas dari Indonesia, Langkah Belanda ini dilawan Presiden Soekarno dengan mendekatkan diri pada negara komunis terutama Uni Soviet. Sikap Soekarno ini membuat takut Belanda dan Presiden Amerika Serikat John F Kennedy. Sebab jika itu dibiarkan maka Indonesia sangat mungkin menjadi negara komunis terbesar di Asia Tenggara. Ketakutan itu lalu membuat Belanda mengambil sikap untuk menyerahkan masalah Papua ke PBB. Dari dan melalui PBB, Belanda mengambil sikap untuk keluar dari papua dan tidak jadi mengambil, merebut dan menjajah Papua lalu Papua diserahkan "kembali" ke Indonesia dengan syarat memberi kesempatan pada rakyat Papua untuk menentukan sikap sendiri atau referendum (Penentuan Pendapat Rakyat/PERPERA). Lewat PERPERA tahun 1969, rakyat Papua memilih "tetap" dalam lingkungan Republik Indonesia.

 

2.         Kerusuhan terjadi di Wamena pada Senin pekan lalu, 23 September 2019. Massa ditangkap tersulut berita bohong soal ujaran rasial seorang guru untuk pelajar SMP di sana. Mereka lalu membakar pertokoan dan kantor pemerintah. Hingga Jumat lalu, dikembalikan 33 orang mati, 28 di dikembalikan adalah pendatang. Lebih dari 7.200 orang dievakuasi dan sekitar 7.500 pendatang masih mengungsi akibat konflik horizontal di Wamena. Pada hari yang sama, bentrokan juga terjadi di Waena. Kericuhan bermula dari keputusan Universitas Cenderawasih menolak pendirian posko pengungsian bagi para mahasiswa dari luar Papua. Para pelajar yang ingin mendirikan posko lalu berkumpul di kawasan Expo Waena dan berhadapan dengan personel kepolisian dan TNI. Bentrokan pun tak terhindarkan. Tiga mahasiswa dan satu anggota TNI ditolak.

 

III.      ANALISA.

 

1.         Ancaman terbesar disintegrasi datang dari Papua yang memang dalam sejarahnya diincar oleh beberapa bangsa besar yang punya kepentingan. Selain karena kekayaan alamnya, Papua juga bisa menjadi lokasi strategi bagi mereka yang terlibat dalam persaingan global. Semua orang harus membuat bangsa ini, lebih dulu mereka memiliki otoritas, untuk meresponsnya dengan sepenuh hati dan sepenuh hati. Tentu saja dengan memperhatikan segala aspek yang terkait dengan demikian, tidak perlu dipertanyakan. Papua dengan sendirinya yang juga dipersepsikan sebagai daerah yang memiliki otonomi memiliki hak mengklaim sebagai daerah Kristen semakin mendapat terancam pula.

 

2.         Gejolak politik di Papua dan Papua Barat yang ditandai dengan adanya perang propaganda melalui media sosial, dimana isu tentang berita hoax menghipnotis masyarakat Indonesia, bahkan menambah citra negatif sosial media. Seiring dengan adanya dinamika perkembangan InformationCommunication andTechnology (ICT), maka saat ini setiap individu dengan mudah menyampaikan aspirasi politiknya, bahkan sosial media dijadikan sebagai sarana propaganda politik demi merealisasikan perjuangan politik bagi mereka yang berkepentingan. Seperti apa yang terjadi di Papua saat ini, beberapa tokoh politik anti RI di Papua dan Kelompok Separatis Papua (KSP) mulai agresif menyuarakan aspirasinya agar memperoleh dukungan penuh baik dari dalam negeri maupun fora internasinal agar opsi referendum mereka direstui oleh PBB.

 

3.         Gejolak tentang Papua dan Papua Barat, semakin hari semakin meningkat ditandai dengan adanya propovokasi dari beberapa negara asing sebagai peniup peluit atau pemrakarsa memanasnya isu tentang Papua. Adanya indikasi berupa terjadinya isu-isu disintegrasi terkait dengan kberadaan Papua menyebabkan Indonesia tidak boleh memandang sebelah mata terhadap persoalan ini. Bagaimanapun juga Papua merupakan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang harus dijaga sampai titik darah penghabisan dan sudah menjadi kewajiban setiap warga negara untuk ikut serta berpartisipasi aktif menjaga keutuhan wilayah NKRI. Negara harus melakukan segala usaha dan upaya untuk mempertahankan kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.

 

4.         Nuansa disintegrasi Papua dan Papua Barat sangat erat dengan rencana kelompok anti RI yang berusaha melakukan internasionalisasi untuk memperoleh dukungan positif dari tokoh politik, anggota parlemen, amnesti internasional dan lembaga internasional lainnya. Hal ini terlihat dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing yang terus menyuarakan kemerdekaan Papua di dunia Internasional. Kondisi semacam ini tentunya merupakan ancaman besar terhadap kedaulatan negara. Saat ini bukan waktunya lagi pemeritah Indonesia mengkaji dan menerapkan strategi pertahanan negara (Hanneg) yang tepat dan akurat dalam menghadapi berbagai intervensi LSM asing. Keberadaan LSM asing di Indonesia dan beberapa LSM lokal yang memiliki link-up Internasional perlu diawasi secara seksama dan perlu adanya tindakan kontra intelijen untuk memutus mata rantai pergerakan mereka. Sepak terjang tokoh politik seperti Benny Wenda yang terus aktif menyuarakan kemerdekaan Papua di dunia Internasional  sebagai aktor yang bermain di belakang layar perlu dinetralisir.

 

5.         Bagi Indonesia permasalahan disintegrasi Papua dan Papua Barat dari NKRI membutuhkan penerapan strategi pertahanan yang total, terpadu, dan berkelanjutan. Bersifat total berarti mengeluarkan segala bentuk usaha dan upaya untuk mempertahankan Papua agar tidak lepas dari kedaulatan NKRI. Usaha ini tidak hanya menjadi tanggung jawab militer saja, namun kontribusi sipil turut diperlukan dalam penyelesaian konflik Papua. Implementasinya adalah kaum sipil dapat dilibatkan melalui peran media nasional yang memiliki integritas dan komitmen terhadap NKRI. Tidak bisa dipungkiri bahwa media memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap kepentingan nasional maupun internasional. Berbagai media nasional yang ada, baik cetak maupun elektronik dapat digunakan oleh Indonesia sebagai kekuatan positif untuk menandingi pemberitaan negatif tentang Papua yang selama ini selalu mendominasi di media. 

 

6.         Strategi ini sangat efektif dan low cost  karena media nasional mampu memberitakan berita positif terhadap kebijakan pemerintah Indonesia terhadap Papua. Melalui media, kebijakan otonomi khusus dan pemberian dana alokasi umum yang besar untuk Papua dapat dipublikasikan ke dunia internasional. Strategi ini bisa dijadikan sebagai kekuatan nonmiliter untuk memperlihatkan ke publik bahwa Indonesia sangat peduli terhadap peningkatan perekonomian Papua. Sedangkan pada konteks terpadu dan berkelanjutan, Indonesia harus memadukan kekuatan militer dan sipilnya menjadi permanen dengan melibatkan seluruh komponen bangsa yang dengan penuh kesadaran mau membela negaranya demi keutuhan NKRI. Kombinasi kekuatan tersebut merupakan bagian dari smart power dalam penyelesaian permasalahan disintegrasi Papua. Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menjaga wilayah Papua secara profesional harus dipublikasikan melalui seluruh media baik cetak maupun digital ke forum Internasional. 

 

IV.     KESIMPULAN.

 

1.         Indonesia sebagai negara yang beradap dengan ideologi Pancasila harus mampu menunjukkan identitasnya sebagai bangsa yang cinta damai dan menghargai kebhinekaan di Papua dan Papua Barat. Perlawanan terhadap propaganda radikalisme harus masif dilakukan di segala bidang dan di segala lapisan masyarakat. Ideologi Pancasila dengan nilai-nilainya yang luhur dan menjadi ciri khas bangsa Indonesia harus mampu dijadikan penangkal sikap radikal dan intoleran. Propaganda atas ideologi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, sikap toleran, dan rasa damai perlu dilakukan secara masif melebihi propaganda radikalisme.

 

2.        Sejak Agustus 2019, di Papua dan Papua Barat tak henti dilanda konflik berdarah. Setelah ujaran rasial dan persekusi terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya, Jawa Timur, meminta persetujuan hari kemerdekaan Indonesia, kericuhan menyebar ke berbagai penjuru Papua. Awal September 2019, Presiden menugasi Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto berkantor di Papua untuk mengendalikan operasi. 

 

V.      REKOMENDASI.

 

1.         Perlunya peran TNI dan Polri dalam menghadapi berbagai ancaman di Papua dan Papua Barat merupakan jawaban terhadap kritikan LSM yang selalu menyinggung isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM), disamping instansi terkait dengan cara mempublikasikan semua kegiatan pembangunan infrastruktur dan suprastruktur termasuk peran tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menjamin kebhinekaan, keberagaman serta kerukunan hidup antar umat beragama.

 

2.         Perlu adanya publikasi yang fair di Papua dan Papua Barat, yang membahas tentang keberhasilan dan kemajuan dibidang perekonomian dan pembangunan yang selama ini belum ditunjukkan sebagai counter attack pada kelompok anti RI di Papua dan Papua Barat, dimana ada beberapa kelompok yang selama ini selalu berusaha mendiskreditkan pemerintah. Strategi semacam ini harus segera diimplementasikan dan direalisasikan sebagai momentum yang sangat tepat demi menjaga keutuhan NKRI.

 

3.         Perlunya ketegasan dari Pemerintah untuk melakukan tindakan berupa pembatasan internet di Papua dan Papua Barat, yang digunakan untuk dijadikan media propaganda disintegrasi, harus diatur supaya tidak ada propaganda radikalisme dalam konten situs internet. Selain pencegahan, pemerintah dan segenap lapisan masyarakat perlu melakukan perlawanan terhadap propaganda radikalisme. Aksi kontra propaganda ini harus melebihi propaganda radikalisme yang terjadi. Kekuatan negara sebaiknya diguanakan untuk menanamkan nilai-nilai ideologi Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, sikap toleran dan  cinta damai untuk melawa propaganda radikalisme.

 

_____________________________________________________________________



Tidak ada komentar:

Posting Komentar